Press Release
Kronologi Letusan Minor G. Sangeangapi, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat

Minggu, 27 November 2022 22:28:26 WIB

Image

Update data terakhir: 15 Juli 2017 Pukul 14:00 WITA

A. Data Pengamatan
1). Pada 15 Juli 2017 (196 hari) pada umumnya cuaca cerah hingga hujan, dengan curah hujan maksimal 69.7 mm, angin lemah hingga sedang ke arah timur dan timur laut. Suhu udara sekitar 27 - 36 derajat C. Kelembaban 40 - 85%. Gunungapi terlihat jelas hingga tertutup Kabut 0-III. Teramati asap kawah utama dengan ketinggian maksimum 300 meter dari atas puncak, bertekanan lemah hingga sedang dengan warna putih hingga kelabu dan intensitas tipis hingga sedang. Pada tanggal 15 Juli 2017 terlihat asap bewarna abu abu dengan tekanan sedang setinggi 100-200 meter dari puncak ke arah baratdaya. Hal ini merupakan hasil dari erupsi efusif (strombolian) dari puncak G. Sangeangapi pada pukul 11.54 WITA (Gambar 1).
2). Dalam rentang waktu Januari - 14 Juli 2017 Terekam 1385 kali gempa Hembusan dengan amplitudo 1.5 - 64 mm dan lama gempa 3 - 160 detik. 95 kali gempa Tremor Non-Harmonik dengan amplitudo 1 - 27 mm dan lama gempa 50 - 3360 detik. 68 kali gempa Low Frequency dengan amplitudo 1.5 - 11.5 mm dan lama gempa 40 - 300 detik. 39 kali gempa Vulkanik Dangkal dengan amplitudo 3.5 - 70 mm dan lama gempa 5 - 70 detik. 165 kali gempa Vulkanik Dalam dengan amplitudo 4 - 74 mm, S-P 0.5 - 4 detik dan lama gempa 4 - 65 detik. 190 kali gempa Tektonik Lokal dengan amplitudo 3 - 69 mm, S-P 4.5 - 10 detik dan lama gempa 13 - 100 detik. 4 kali gempa Terasa dengan amplitudo 66 - 70 mm dan lama gempa 200 - 480 detik. 478 kali gempa Tektonik Jauh dengan amplitudo 2 - 89 mm, S-P 8 - 177 detik dan lama gempa 17 - 614 detik. 2720 kali gempa Harmonik dengan amplitudo 1 - 40 mm dan lama gempa 8 - 3720 detik. Tremor Menerus dengan amplitudo 0.5 - 3 mm.
3). Terjadi erupsi minor pada tanggal 15 Juli 2017 pukul 11:54 WITA.
4). Sebelum erupsi ini, terekam Gempa Tektonik Terasa pada tanggal 13 Juli 2017 pukul 21.30 WIB dengan magnitude 5 skala Ritcher pada kedalaman 10 km dari permukaan (Gambar 3). Jarak horizontal antara pusat gempa dengan kawah G. Sangeangapi sekitar 18 km. Diduga gempa ini berkaitan dengan terganggunya kesetimbangan G. Sangeangapi.

B. Analisis Data
1). Pengamatan visual tidak menunjukkan peningkatan tinggi asap kawah G. Sangeangapi.
2). Citra termal yang terekam oleh sensor MODIS di satelit Terra dan Aqua (NASA) pada Maret – Juli 2017 menunjukkan peningkatan jumlah deteksi titik api di sekitar kawah G. Sangeangapi (terlampir di Gambar 2). Hal ini diduga mengindikasikan injeksi magma baru yang dapat berimplikasi pada pertumbuhan kubah lava atau aliran lava.
3). Tingkat kegempaan G. Sangeangapi relatif meningkat sejak bulan April 2017 (terlampir di Gambar 4). Aktivitas kegempaan masih didominasi oleh Gempa Hembusan yang mengindikasikan aktivitas pelepasan gas magmatik secara terbuka (open-system). Selain itu terekam juga Gempa Low Frequency dan Tremor Harmonik yang mengindikasikan aliran fluida magmatik dari bawah permukaan. Gempa Vulkanik Dalam (VA) yang mengindikasikan proses peretakan batuan di dalam tubuh gunungapi yang diakibatkan oleh tekanan fluida magmatik dari kedalaman terekam dalam jumlah sangat kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas vulkanik G. Sangeangapi berada pada sistem terbuka (open-system) sehingga kemungkinan terjadinya akumulasi tekanan yang besar masih kecil.
4). Sejarah aktivitas erupsi G. Sangeangapi dicirikan oleh letusan-letusan yang umumnya bersifat eksplosif dengan pusat kegiatan di puncak gunungapi. Oleh karenanya, meskipun tidak dapat dipastikan, di masa depan G. Sangeangapi memiliki potensi letusan bersifat eksplosif. Gejala-gejala yang menunjukkan kemungkinan terjadinya letusan besar belum teramati.
5). Dalam sejarah aktivitasnya, erupsi G. Sangeangapi mengindikasikan potensi ancaman bahaya berupa hujan abu tebal dan pertumbuhan kubah yang dapat berlangsung dalam rentang waktu bulanan hingga tahunan yang dapat diikuti oleh aliran lava dan awan panas.

C. Kesimpulan
1). Berdasarkan data pengamatan visual dan seismik tingkat aktivitas G. Sangeangapi saat ini masih relevan untuk dipertahankan pada Level II (Waspada) karena ancaman bahaya masih berada di dalam rekomendasi pada status Level II (Waspada). Isi rekomendasi tersebut di antaranya:
a. Masyarakat di sekitar G. Sangeangapi dan pengunjung/wisatawan tidak diperbolehkan mendekati dan beraktivitas di dalam radius 1.5 km dari pusat aktivitas G. Sangeangapi.
b. Masyarakat di sekitar G. Sangeangapi dan pengunjung/wisatawan agar mewaspadai bahaya aliran piroklastik serta tidak diperbolehkan mendekati dan beraktivitas di daerah di antara Lembah Sori Wala dan Sori Mantau hingga mencapai pantai, serta pada Lembah Sori Boro dan Sori Oi.
c. Masyarakat, petani, pengunjung/wisatawan tidak diperbolehkan mendekati dan beraktivitas pada semua lembah sungai yang berhulu dari pusat aktivitas/puncak G. Sangeangapi untuk menghindari potensi ancaman bahaya aliran lahar yang mungkin terjadi pada saat hujan.

2). Aktivitas G. Sangeangapi terus dimonitor secara intensif dan jika teramati peningkatan yang cukup signifikan maka tingkat aktivitas/statusnya akan dievaluasi kembali untuk dinaikkan.
3). Pengamat G. Sangeangapi senantiasa berkomunikasi dengan staf & pejabat di Bandung dalam rangka memantau perkembangan aktivitas G. Sangeangapi.

D. Langkah Mitigasi Strategis
1). Pemantauan yang lebih intensif terus dilakukan untuk mengikuti perkembangan aktivitas G. Sangeangapi.
2). Melakukan koordinasi dengan Pemda/BPBD Kab. Bima dan masyarakat di sekitar G. Sangeangapi.

E. Penyusun
Laporan singkat ini disusun secara bersama oleh Sub Bidang Mitigasi Gunungapi Wilayah Timur, Bidang Mitigasi Gunungapi, PVMBG, Badan Geologi.

Follow Kami

Pilih salah satu akun sosial media kami untuk mendapatkan update terkini tentang bahaya geologi di Indonesia.


Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Badan Geologi

Kementerian ESDM