Minggu, 17 Maret 2019 20:20:31 WIB
Gunungapi Bromo secara geografis terletak pada 7° 56’ 30” LS dan 112°57’ 00” BT dengan tinggi puncaknya 2.329 meter dari permukaan laut. Secara administrasi termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur.
Dalam sejarah aktivitasnya, erupsi Bromo tercatat pertama kali pada 1804. Menurut penelitian Badan Geologi (2011) karakteristik erupsinya bersifat efusif dan eksplosif dari kawah pusat, dengan material vulkanik yang disemburkan berupa abu, pasir, lapili, dan bom gunungapi, kecuali pada erupsi 1980 yang terbentuk sumbat lava pada dasar kawahnya. Material hasil letusan bisa terlihat di dalam dan sekitar kaldera lautan pasir.
Interval erupsi Bromo berkisar antara 1 hingga 16 tahun. Erupsinya terkadang tidak diiringi dengan prekursor yang jelas. Sejak dimulainya pemantauan aktivitas Bromo di tahun 1986 hingga sebelum erupsi pada Desember 2015, setidaknya terjadi empat kali erupsi, yaitu pada 1995, 2000, 2004 dan 2010. Erupsi umumnya berlangsung berbulan-bulan. Tingkat aktivitas G. Bromo berada pada level II (WASPADA) sejak 20 Oktober 2016.
Data Pemantauan:
(1) Secara visual, sejak 1 Januari hingga 17 Maret 2019 gunungapi terlihat jelas hingga tertutup Kabut 0-III. Teramati asap kawah utama dengan ketinggian maksimum 700 meter dari atas puncak, bertekanan lemah hingga sedang dengan warna putih hingga kelabu dan intensitas tipis hingga tebal. Pada 16 Maret 2019 tinggi kolom hembusan menjadi 1500 m dengan warna kolom kelabu intensitas tebal. Penyebaran abu terjadi di sekitar kawah dan tempat-tempat yang berlokasi diluar kaldera Bromo yang berarah ke Timur.
(2) Secara seismik, selama Januari – awal Maret 2019 rekaman kegempaan didominasi oleh Tremor menerus dengan amplituda maksimum berfluktuasi dalam kisaran 0.5 - 2 mm dengan dominan 1 mm. Pada bulan Januari 2019 terjadi peningkatan gempa gempa Vulkanik dalam (VA). Peningkatan amplitudo tremor terjadi pada 10 Maret 2019 menjadi 0.5 – 32 mm (rata-rata 2 mm), disertai dengan perubahan warna dan tinggi kolom letusan. Pada 17 Maret 2019 hingga pkl. 15.47 WIB terekam 2 (dua) kali gempa Letusan.
(3) Secara deformasi, pengamatan deformasi dengan EDM dan tiltmeter sejak Juli 2017 hingga Maret 2019 berfluktuasi, tetapi tidak menunjukkan pola penggembungan (inflasi) tubuh gunungapi.
Analisis:
Terjadi peningkatan kegiatan secara visual dan kegempaan sejak 10 Maret 2019. Hingga 17 Maret 2019 terdeteksi adanya kenaikkan energi gempa. Tetapi kondisi ini masih lebih rendah dibandingkan dengan kondisi kenaikkan aktivitas G. Bromo pada tahun 2015.
Potensi bahaya:
Potensi bahaya saat ini berupa hujan abu lebat dan lontaran material pijar di sekitar kawah aktif G. Bromo. Hingga 17 Maret 2019 sebaran material berukuran abu masih berada di dalam radius KRB yang direkomendasikan.
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil pengamatan visual dan instrumental hingga 17 Maret 2019, dinilai tingkat aktivitas vulkanik G. Bromo masih pada Level II (WASPADA).
Rekomendasi:
Rekomendasi pada tingkat aktivitas Level II (WASPADA) ini adalah agar masyarakat/pengunjung/wisatawan tidak beraktivitas dalam radius 1 Km dari kawah aktif G. Bromo.
Sumber Data:
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Penurunan Tingkat Aktivitas Vulkanik G. Anak Krakatau 25 Maret 2019
Kejadian Gerakan Tanah di Kawah Gunungapi Galunggung, Tasikmalaya, Jawa Barat
Peningkatan Status Gunung Soputan, Sulawesi Utara pada 3 Oktober 2018 pukul 01:00 WITA